Meskipunhal ini mungkin baik-baik saja untuk sistem hidroponik yang cenderung beroperasi pada atau di bawah tingkat pH 6,5, namun dalam sistem aquaponic target pH adalah 6,8-7,0, dan ini bisa menimbulkan masalah. Fe-EDDHA, sebaliknya, ia sepenuhnya efektif sampai dengan, bahkan di atas pH 8. C Analisa Modal dan Keuntungan Usaha Tanaman Hidroponik 1. Permintaan Pasar untuk Sayur dan Buah Hidroponik meningkat Kesadaran untuk menjaga kesehatan tubuh dengan mulai menjalani pula hidup sehat, menjadi sebuah peluang untuk berbisnis dengan menjajakan sayuran atau buah yang higienis, bebas dari bahan kimia dan juga masih segar tentunya. Artikel Menanam Bawang Merah di Air atau Hidroponik Dengan Mudah Vay Tiền Nhanh. Penelitian ini bertujuan 1. Untuk mengetahui sistem usaha bawang merah hidroponik UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik., 2. Untuk menganalisis Pemasaran bawang merah hidroponik UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik. Pemilihan tempat penelitian dengan sengaja di UMKM Fresh Hidroponik Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik. Penelitian menggunakan data Primer dan Sekunder dari UMKM Fresh Hidroponik. Analisis data peneliti adalah teknik analisa data deskriptif analistis dengan menggunakan kuisioner yang berisi pertanyaan yang telah disusun. Hasil dari penelitian ini adalah 1. Sistem usaha bawang merah hidroponik UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik telah layak dan sesuai untuk menjadi sebuah Sistem Usaha UMKM.,2. Pemasaran bawang merah hidroponik UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik mempunyai saluran pemasaran satu dan saluran Pemasaran dua dengan lembaga pemasaran yang terlibat, yaitu petani sayur hidroponik, pedagang pengepul dan konsumen akhir. Kata Kunci Bawang Merah, Hidroponik, Saluran Pemasaran, Sistem Usaha UMKM. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free DOI 1 SISTEM USAHA HIDROPONIK BAWANG MERAH USAHA MIKRO KECIL MENENGAH UMKM FRESH HIDROPONIK DI KECAMATAN KEDAMEAN, KABUPATEN GRESIK Andri Krisna Dianto* Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Wijaya Putra Surabaya *Correspondence email andrikrisna Heri Susanto Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Wijaya Putra Surabaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan 1. Untuk mengetahui sistem usaha bawang merah hidroponik UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik., 2. Untuk menganalisis Pemasaran bawang merah hidroponik UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik. Pemilihan tempat penelitian dengan sengaja di UMKM Fresh Hidroponik Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik. Penelitian menggunakan data Primer dan Sekunder dari UMKM Fresh Hidroponik. Analisis data peneliti adalah teknik analisa data deskriptif analistis dengan menggunakan kuisioner yang berisi pertanyaan yang telah disusun. Hasil dari penelitian ini adalah 1. Sistem usaha bawang merah hidroponik UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik telah layak dan sesuai untuk menjadi sebuah Sistem Usaha UMKM.,2. Pemasaran bawang merah hidroponik UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik mempunyai saluran pemasaran satu dan saluran Pemasaran dua dengan lembaga pemasaran yang terlibat, yaitu petani sayur hidroponik, pedagang pengepul dan konsumen akhir. Kata Kunci Bawang Merah, Hidroponik, Saluran Pemasaran, Sistem Usaha UMKM. I. PENDAHULUAN Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM mulai digaungkan dengan berbagai macam aktivitas kegiatan usaha, yang paling trend adalah UMKM sebagai sistem usaha pemulihan pasca pandemi khususnya dalam pemulihan ekonomi masyarakat. Dengan adanya UMKM diharapkan mampu memberikan akomodasi ekonomi bagi setiap daerah ataupun semua masyarakat Indonesia. Menurut A- muslim,2021 menyebutkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah, kriteria UMKM dapat dibedakan berdasarkan jumlah kekayaan bersih aset dan jumlah penjualan tahunan omset per tahun, jumlah karyawan juga menjadi variabel. 4 penentu kriteria UMKM adalah [1] 2 Sistem usaha hidroponik bawang merah ………. Tabel 1. kriteria UMKM Pada tabel 1 dijelaskan bahwa Kriteria UMKM menjadi 4 macam kriteria diantaranya kriteria Mikro, kriteria Kecil, kriteria Menengah dan kriteria Besar. Dari keempatnya yang membedakan adalah jumlah karyawan, aset yang dimiliki, dan juga omset dari UMKM. Melihat dari kriteria tersebut maka kami melakukan 1penelitian guna mengetahui sistem usaha bawang merah hidroponik Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik. UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean tepatnya Desa Turirejo, Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik merupakan sebuah kebun yang membudidaya tanaman sayuran dengan sistem usaha Hidroponik. Beberapa macam jenis sayuran sawi diantaranya sawi caisim, sawi pakcoy. Pada UMKM Fresh Hidroponik juga membudidayakan bawang merah. Menariknya bawang merah tergolong tanaman yang mudah ditanam dengan cara pertanian konvensional. Guna menanggulangi kondisi iklim saat ini dan permintaan tinggi dari konsumen tentu perlu inovasi pengembangan teknologi budidaya bawang secara hidroponik. Budidaya Sistem Hidroponik memiliki beberapa kelebihan aTingkat Kerapatan tanaman dapat diperbanyak untuk optimalisasi lahan. b Kualitas produk Serta standarisasi produk lebih tinggi karena tingkat kebutuhan nutrisi tanaman selalu dipantau . c siklus hidup tanaman dapat diatur sesuai dengan keinginan pasar[2]. Hasil dari usaha UMKM Fresh Hidroponik adalah Bawang merah Hidroponik. Dengan demikian juga pasti terdapat saluran pemasaran pada sistem usaha bawang merah. Menurut suswadi dan nurrokhim2021 saluran pemasaran adalah kumpulan perorangan dan perusahaan yang mengambil atau membantu pengalihan hak atas barang dan jasa dari pemilik atau produsen ke pengguna atau konsumen[3]. semua kegiatan usaha pertanian dengan adanya perpindahan hak milik atau fisik bisa di sebut juga Tata Niaga Pertanian. Penghubung produsen dan konsumen dalam dalam pemenuhan kebutuhan adalah proses pemasaran. Pemasaran yang efisien perlu didukung perantara atau lembaga pemasaran yang baik, semakin tinggi fungsi lembaga pemasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan kedua pihak maka semakin efisien fungsi lembaga pemasaran. Bila hasil komoditas bawang merah hidroponik yang melimpah, jika tidak di dukung dengan lembaga pemasaran yang baik tentu akan menghambat kegiatan DOI 3 pemasaran. 2 dalam penelitian ini juga akan menganalisis saluran Pemasaran bawang merah hidroponik Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik. II. METODE DAN PROSEDUR Proses penelitian yang pertama observasi langsung pada lokasi usaha Fresh Hidroponik, kedua wawancara pada pemilik dan pengurus , serta dokumentasi dari setiap proses sebagai bukti [4] diharapakan dapat menemukan dan mempresentasikan fakta dan temuan di lapangan mengenai A. Sistem usaha bawang merah hidroponik Fresh Hidroponik. Kajian pustaka observasi, wawancara, dan dokumentasi serta penarikan kesimpulan. Hasil dari proses pertama penelitian ini adalah Sistem usaha bawang merah hidroponik Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik B. Pemasaran bawang merah hidroponik Fresh Hidroponik. Kajian pustaka observasi, wawancara, dan dokumentasi serta analisis pemasaran mengenai pemasaran hasil dari Fresh Hidroponik. Hasil proses kedua penelitian ini adalah Pemasaran bawang merah hidroponik Fresh Hidroponik. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sistem usaha bawang merah hidroponik Fresh Hidroponik. Fresh hidroponik merupakan usaha UMKM budidaya sayuran secara hidroponik berlokasi di Dusun Lempung, RT 01 RW 01, Desa Turirejo, dan masuk wilayah Kedamean, Kabupaten Gresik. Pemilik sekaligus direktur dari Fresh hidroponik adalah bapak Aris Agus Dianto, usaha ini didirikan pada 30 Mei 2020 dengan kebun awal menggunakan 5 paralon PVC dengan total 75 lubang tanam, nama Fresh Hidroponik sendiri dipilih karena pemilik berharap hasil dari sistem usaha hidroponik selalu dalam kondisi segar atau fresh. Gambar 1. Logo UMKM Fresh Hidroponik Akan tetapi dengan tingginya pemesanan sayuran sawi caisim dan pakcoy kini UMKM Fresh Hidroponik memperbesar kebunnya, sekarang mempunyai 5 instalasi 4 Sistem usaha hidroponik bawang merah ………. Hidroponik dengan 1 instalasi pembibitan dan 4 instalasi pembesaran dengan total kurang lebih lubang tanam, di UMKM Fresh Hidroponik tidak hanya berfokus pada komoditas sawi tetapi sekarang dan yang menjadi hal menarik serta baru UMKM Fresh Hidroponik mengembangkan budidaya bawang merah hidroponik. Sistem usaha Fresh Hidroponik adalah sistem usaha UMKM dengan kegiatan usaha agribisnis dengan budidaya bawang merah hidroponik yang dijalankan badan usaha milik perorangan. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan UMKM Fresh Hidroponik dijalankan oleh direktur dan pemilik UMKM yaitu bapak Aris Agus Dianto. Memegang peran penting dalam usaha serta bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan pada Fresh Hidroponik . dibantu Kebun Sayur Segar KSS dipimpin oleh seorang general manager yaitu ibu Sutik. Memiliki tanggung jawab pada bagian administrasi dan keuangan dipimpin ibu Lilis , bagian pemasaran Ibu Kasanah, direktur diklat yaitu Agus .Kegiatan produksi di kerjakan oleh seluruh anggota UMKM Fresh Hidroponik. Fresh Hidroponik juga bersedia untuk memberikan kegiatan pendidikan dan pelatihan Hidroponik bagi yang ingin mempunyai usaha hidroponik. Gambar 1. Struktur Organisasi Fresh Hidroponik Maka dengan melihat Gambar 1 dapat disimpulkan Sistem usaha bawang merah hidroponik Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik telah layak dan sesuai dengan memiliki 4 karyawan untuk menjadi sebuah Sistem Usaha UMKM serta termasuk dalam sistem Usaha UMKM Kategori Mikro. susunan strukrur organisaiFresh HidroponikPimpinanAris Agus DiantoGeneral ManagerSutikpemasaran Kasanahproduksi seluruh anggota organisasiKeuangan LilisPendidikan Dan Kepelatihan Agus DOI 5 B. Pemasaran bawang merah hidroponik Fresh Hidroponik. Pemasaran Bawang merah hidroponik UMKM Fresh Hidroponik Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik melibatkan lembaga pemasaran yang berperan dalam menyalurkan bawang merah hidroponik hingga ke konsumen akhir. Di UMKM Fresh Hidroponik terdapat lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan bawang merah hidroponik yaitu petani sayur hidroponik dalam hal ini adalah Fresh Hidroponik dan pedagang pengepul. Petani sayur hidroponik sebagai Penghasil sayuran hidroponik dan merupakan pihak pertama dalam penyaluran sayuran hidroponik bawang merah. Bawang hidroponik yang di hasilkan Fresh Hidroponik di jual langsung ke konsumen akhir dengan pangsa pasar pembeli yang datang langsung ke Fresh Hidroponik biasanya di dominasi ibu-ibu yang tertarik oleh hasil bawang merah hidroponik meskipun dengan harga yang lebih mahal dari bawang merah konvensional. Saluran kedua melalui Pedagang pengepul dengan membeli bawang merah hidroponik di UMKM Fresh Hidroponik dan menjualnya langsung ke konsumen dan sudah memiliki pangsa pasar tersendiri. Hasil analisis dan pengamatan langsung transaksi lembaga pemasaran, diketahui bahwa pemasaran bawang merah di UMKM Fresh Hidroponik yang berlokasikan di Dusun Lempung, RT 01 RW 01, Desa Turirejo, Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik mempunyai saluran pemasaran satu dan saluran Pemasaran dua dengan lembaga pemasaran yang terlibat, yaitu petani sayur hidroponik, pedagang pengepul dan konsumen akhir yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini Gambar 2. Saluran Pemasaran 1 Bawang Merah UMKM Fresh Hidroponik. Gambar 3. Saluran 2 Pemasaran Bawang Merah UMKM Fresh Hidroponik Pada Gambar 2 Saluran pemasaran 1 Bawang Merah yang terjadi di UMKM Fresh Hidroponik Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik adalah saluran pemasaran langsung ke konsumen akhir. Saluran ini terjadi saat pembeli yang datang langsung ke Fresh Hidroponik biasanya di dominasi ibu-ibu yang tertarik oleh hasil bawang merah hidroponik meskipun dengan harga yang lebih mahal dari bawang merah konvensional. Sistem pembayaran yang dilakukan konsumen adalah secara tunai. Petani Sayur Hidroponik Pedagang Pengepul Konsumen AkhirPetani Sayur Hidroponik Konsumen Akhir 6 Sistem usaha hidroponik bawang merah ………. Pada Gambar 3 Saluran 2 Pemasaran Bawang Merah UMKM Fresh Hidroponik melibatkan pedagang pengepul. Berbeda dengan saluran pemasaran 1 pada saluran kedua melibatkan pedagang pengepul membeli bawang merah hidroponik dari Fresh Hidroponik dan menjual bawang merah hidroponik pada konsumen akhir yang pangsa pasarnya lebih luas. IV. KESIMPULAN 1. Sistem usaha bawang merah hidroponik UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik telah layak dan sesuai untuk menjadi sebuah Sistem Usaha UMKM dengan kategori Sistem UMKM Mikro. 2. Pemasaran bawang merah hidroponik UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik mempunyai saluran pemasaran satu dan saluran Pemasaran dua dengan lembaga pemasaran yang terlibat adalah petani sayur hidroponik, pedagang pengepul dan konsumen akhir. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada • Seminar Nasional Institut Pertanian Stiper SEMNAS INSTIPER Yogyakarta,, • Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat INSTIPER • Anggota Peneliti dan Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat Universitas Wijaya Putra Surabaya • UMKM Fresh Hidroponik di Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik. DAFTAR PUSTAKA [1] A. Muslim, “Pelatihan Penyusunan Laporan Keuangan Perusahaan Perdagangan Dan Manufaktur Dalam Rangka Peningkatan Kapasitas UMKM Di DKI Jakarta,” J. Komunitas J. Pengabdi. Kpd. …, vol. 4, no. 1, pp. 85–88, 2021, [Online]. Available [2] I. S. Roidah, “Pemanfaatan Lahan Dengan Menggunakan Sistem Hidroponik,” vol. 1, no. 2, pp. 43–50, 2014. [3] K. P. P. Suswadi*, T. Nurrokhim, “No,” Anal. Model SALURAN Pemasar. BAWANG MERAH Alliumascalonium L DI DESA WONODOYO KABUPATEN BOYOLALI, vol. 6, p. 38, 2021, [Online]. Available [4] A. Dinanti and G. A. Nugraha, “Sistem Informasi pada Administrasi UMKM,” vol. 4, no. September, pp. 159–171, 2019. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this MuslimBased on a report from the Ministry of Communication and Information, the number of MSME business actors in Indonesia in 2015 has reached + 59 million people and contributes to Gross Domestic Product GDP of 55%, it is expected that in 2019 the number will reach more than 60 million people. This very large number certainly requires special attention from the Government towards MSME business actors. One of the problems that are often experienced by MSMEs in Indonesia is that MSMEs do not keep books of business transactions properly. Financial reports are needed by business actors to determine the benefits obtained, to find out the total assets owned, it is necessary to submit additional capital to creditors. The use of an excel-based general ledger GL accounting program will make it easier for MSME entrepreneurs to compile these financial Lahan Dengan Menggunakan Sistem HidroponikI S RoidahI. S. Roidah, "Pemanfaatan Lahan Dengan Menggunakan Sistem Hidroponik," vol. 1, no. 2, pp. 43-50, Informasi pada Administrasi UMKMA DinantiG A NugrahaA. Dinanti and G. A. Nugraha, "Sistem Informasi pada Administrasi UMKM," vol. 4, no. September, pp. 159-171, 2019. Bawang merah adalah tanaman asli indonesia. Tanaman ini merupakan jenis tanaman umbi umbian. Tepatnya umbi lapis. Bawang merah terdiri dari berbagai lapisan umbi yang saling melekat dan merah juga termasuk dalam kategori tanaman rempah rempah. Sebagai rempah rempah, bawang merah memiliki fungsi sebagai penambah cita rasa pada teknik penanaman sendiri, mayoritas petani masih menggunakan cara lama. Yaitu cara tradisional dengan menggunakan media tanah . dan bahkan sistem pengairannya tidak sedikit yang masih mengandalkan air 3 Inspirasi Cantik dari Produk PertanianAdakah media lain yang dapat digunakan sebagai media penanaman bawang merah?Bawang Merah Hidroponik dengan Media Kotak TelurJawabannya ada. Salah satunya adalah dengan media kotak telur. Bagaimana caranya? Mari simak penjelasan berikut iniPersiapan bibit dengan kualitas baik. Ciri cirinya yaitu tidak memiliki cacat, berukuran besar, dan sudah gelas plastik atau wadah lain lalu di isi air hingga agak lidi ditengah- tengah umbi bawang dan gantungkan bawang di atas gelas dengan mengaitkan ujung lidi pada mulut bagian akar bawang merah terendam air namun jangan sampai seluruh bagian umbi terendam. Cukup bagian akarnya media pembibitan di tempat yang hingga muncul tunas sekitar 2 hingga 5 cm . dan bibit siap untuk tanamSiapkan cairan nutrisi hidroponik atau pupuk cair kemudian campurkan dengan air yang sudah di campur dengan tumbukan bawang campuran cairan tersebut pada media kotak telur agar merangsang pertumbuhan akar bawang merah dan mempermudah bawang merah untuk 5 hingga 6 buah kotak telur menjadi satu serta pastisak kotak telur tidak terbuat dari plastik dan kondisinya masih tumpukan kotak telur tersebut dengan cairan yang telah kita campur tadi. Usahakan semua lapisan terendam .Angkatlah kotak telur dari rendaman. Diamkan sehingga tidak ada cairan tergenang pada permukaan kotak telur namun masih dalam kondisi sekan, tanah yang memiliki tekstur gembur, dan pupuk kandang atau kompos dengan perbandingan 11 cekungan kotak telur dengan campuran sekam, tanah dan kompos bibit bawang merahSetelah media tanam siap, anda bisa mulai membuat lubang tanam pada media tanam menggunakan alat seperti sekop kecil ataupun dengan tangan itu, anda bisa mengambil bibit yang telah siap ditanam, sebelumnya pastikan anda telah melepaskan lidi yang menancap pada umbi bawang dan mencuci bibit dengan air bersih terlebih bibit siap, masukkan bibit pada lubang tanam dan tutupi lubangnya menggunakan tanah campuran yang sama. Jangan lupa untuk memadatkan tanah terlebih dahulu agat bibit dapat berdiri penyiraman pada 3 hari pertama setelah masa tanam, anda bisa menyiramnya dengan air biasa menggunakan media hari berikutnya akan lebih baik jika anda menyiramnya dengan cairan alternatif lain jkika anda tidak bisa menemukan cairan nutrisi yang tepat, anda bisa menyiram tanaman bawang menggunakan cairan teh, cairan kulit telur yang diblender dan air cucian cara menanam bawang merah dengan sistem hidroponik, keuntungannya selain menghemat lahan juga lebih mudah mengurusnya dan bisa dilakukan secara Berkebun! Cara Sederhana Mengatasi Baby Blues SindromPenulis RusdiSudah download aplikasi Pak Tani Digital? Klik di sini p>The objectives of this research are 1 to analyze the characteristics of farmers and the performance of shallot farming and 2 to analyze the profitability of shallot farming in production centers in Java. The research was conducted in Cirebon, Brebes, and Tegal regency with the number of respondents each of 40 farmers. Farm profitability level indicated by R/C ratio in every season rainy season, first dry season and second dry season during 2013/2014. The results showed that shallot farming in Cirebon, Brebes, and Tegal feasible and profitable to cultivate in every season. Farmers in Cirebon had the biggest gain in the second dry season of Rp 47 million per hectare with R/C of Farmers in Brebes had the biggest gain in the first dry season amounted to Rp 23 million per hectare with R/C of Farmers in Tegal had the biggest gain in the rainy season of Rp 31 million per hectare with R/C of 1 maka usaha layak dilaksanakan b. R/C < 1 maka usaha tidak layak dilaksanakan c. R/C = 1 maka usaha impas tidak untung maupun rugi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Bawang Merah Karakteristik dari masing-masing petani berbeda-beda dan dapat mempengaruhi keragaan usahatani dari aspek teknik budidaya sehingga akan berpengaruh juga terhadap produksi yang dihasilkan. Karakteristik petani Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 252 responden yang dianggap penting untuk diketahui diantaranya umur, tingkat pendidikan, status usahatani, pengalaman bertani, status kepemilikan lahan, luas lahan dan pola tanam. Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar petani berada dalam kisaran umur 40-59 tahun. Sebaran umur petani di Kabupaten Cirebon dan Brebes relatif sama yaitu paling banyak pada rentang usia 40-49 tahun, sedangkan di Kabupaten Tegal sebaran umur petani terbesar pada kisaran umur 50-59 tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon dan Brebes masih dilakukan oleh petani pada usia produktif. Usia produktif adalah usia yang paling tepat untuk menjalankan aktifitas-aktifitas bekerja seperti bertani karena secara fisik masih baik, memiliki semangat tinggi dan adanya kewajiban untuk menghidupi keluarga. Sementara itu, petani di Kabupaten Tegal ternyata sudah melewati masa produktif karena sebagian besar petani berusia di atas 50 tahun. Dilihat dari tingkat pendidikan formal, pendidikan petani sangat beragam mulai dari sekolah dasar SD sampai lulusan perguruan tinggi. Akan tetapi masih ditemui petani yang tidak menyelesaikan masa studi sekolah dasarnya, bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali. Petani dengan pendidikan sekolah dasar relatif lebih banyak jumlahnya di Kabupaten Cirebon dan Tegal. Sementara itu, di Kabupaten Brebes petani didominasi oleh petani dengan tingkat pendidikan sekolah menengah atas SMA. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir petani dan tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Tabel 2. Karakteristik Petani Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal Pengalaman Bertani tahun Sumber PKHT, 2014 Diolah Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 253 Pengalaman bertani petani bawang merah di Kabupaten Brebes relatif lebih lama daripada petani di Kabupaten Cirebon dan Tegal. Pengalaman petani bawang merah di Kabupaten Brebes dalam melakukan usahatani bawang merah antara 11-30 tahun sedangkan di Kabupaten Cirebon dan Tegal sebagian besar berkisar antara 1-10 tahun. Usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes relatif lebih lama dikembangkan sehingga banyak petani yang sudah lama membudidayakan bawang merah baik secara mandiri maupun dari usaha turun temurun orang tua. Penguasaan lahan untuk budidaya bawang merah relatif kecil yaitu masih dibawah satu hektar. Sebagian besar petani di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal mengusahakan bawang merah pada lahan dibawah 0,5 hektar. Status kepemilikan lahan didominasi oleh lahan milik sendiri untuk di Kabupaten Brebes dan Tegal. Sementara itu, di Kabupaten Cirebon didominasi oleh lahan sewa. Biaya sewa lahan di ketiga lokasi penelitian bervariasi. Rata-rata sewa lahan per tahun di Kabupaten Cirebon sebesar Rp di Kabupaten Brebes Rp dan di Kabupaten Tegal Rp Keseluruhan lahan yang dimiliki petani responden di tiga lokasi penelitian merupakan lahan sawah dengan irigasi konvensional dan semi teknis. Keragaan Usahatani Bawang Merah Budidaya bawang merah yang dilakukan oleh petani di tiga lokasi penelitian sebagian besar dilakukan secara monokultur. Akan tetapi, ada beberapa petani yang juga melakukan tumpangsari dengan tanaman lain seperti cabai atau terong. Dalam satu tahun, rata-rata petani menanam bawang merah 2-3 kali dalam setahun karena umur panennya yang singkat yaitu 55-60 hari. Penanaman bawang merah di ketiga lokasi penelitian banyak dilakukan di daerah dataran rendah. Menurut Putrasamedja 2010, ketinggian lokasi penanaman bawang merah yang ideal berkisar antara 4-300 meter diatas permukaan laut. Pada ketinggian ini, produksi yang dihasilkan bisa optimum dan umur panennya lebih genjah. Di Kabupaten Tegal, budidaya bawang merah dilakukan tidak hanya di daerah dataran rendah tetapi juga pada lahan dataran tinggi. Di dataran tinggi umur panen bawang merah lebih lama yaitu 90 hari. Petani di dataran tinggi membudidayakan bawang merah hanya satu kali dalam satu tahun. Hal ini dikarenakan petani juga menanam sayuran lain seperti kubis, bawang daun, cabai, dan sebagainya. Petani mempertimbangkan ketersediaan air dalam melakukan penanaman bawang merah karena bawang merah merupakan tanaman yang membutuhkan banyak air. Petani di lokasi penelitian menanam bawang merah pada musim hujan dan musim kemarau I dimana pada musim ini ketersediaan air melimpah. Namun sebagian besar petani menanam pada musim kemarau I karena pada musim hujan petani lebih memilih menanam padi. Beberapa petani juga menanam pada musim kemarau II apabila air untuk irigasi cukup tersedia. Pada saat musim kemarau, apabila tidak terdapat air irigasi, petani masih bisa menanam bawang merah dengan menggunakan irigasi dari sumur pompa yang dibuat oleh petani. Jika ketersediaan air irigasi tidak memadai maka lahan tersebut tidak ditanami bawang merah. Petani akan menanaminya dengan tanaman jagung atau membiarkan bera sampai musim hujan tiba. Tanaman bawang merah merupakan tanaman hortikultura yang sangat peka terhadap hujan dan kekeringan Widyantara dan Yasa 2013. Petani menanam bawang merah pada bulan Oktober/November, April/Mei, dan Juni/Juli, dimana pada bulan-bulan ini intensitas hujan tidak tinggi. Menurut Purba 2014, penanaman pada bulan Juli-September merupakan waktu yang terbaik yang dapat memberikan hasil optimal bawang merah, sedangkan penanaman pada bulan Januari-Februari merupakan musim terburuk. Secara umum pola tanam yang ditemukan di tiga lokasi penelitian hampir sama yaitu sebagai berikut 1. Bawang Merah - Bawang Merah - Bawang Merah - Jagung 2. Padi - Bawang Merah - Bawang Merah - Bera Produksi bawang merah yang diusahakan petani bervariasi antar daerah dan antar musim Tabel 3. Kabupaten Cirebon memiliki produktivitas bawang merah yang lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten Brebes dan Tegal. Kabupaten Brebes memiliki produktivitas bawang merah terendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Produktivitas bawang merah di Kabupaten Cirebon berkisar antara 11,3-14,1 ton/ha. Produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes berkisar antara 8,2-8,8 ton/ha sedang di Kabupaten Tegal produktivitasnya lebih tinggi yaitu berkisar antara 8,7-9,8 ton/ha. Rendahnya produktivitas bawang merah di Kab. Brebes diduga karena intensitas penanaman Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 254 Tabel 3. Produktivitas Bawang Merah Per Musim di Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal Musim Tanam Tahun 2013-2014 Sumber PKHT, 2014 Diolah bawang merah yang relatif lebih sering dibanding kabupaten lain. Tingginya intensitas penanaman bawang merah pada lahan yang sama menyebabkan kesuburan lahan berkurang karena budidaya bawang merah juga intensif dalam penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia. Dilihat berdasarkan musim, produktivitas bawang merah terbesar terjadi pada musim kemarau. Di Kabupaten Cirebon dan Tegal, produktivitas tertinggi dicapai pada musim kemarau II yaitu sebesar 14,1 ton/ha untuk Kabupaten Cirebon dan 9,8 ton/ha untuk Kabupaten Tegal. Sementara itu, produktivitas tertinggi di Kabupaten Brebes dicapai pada musim kemarau I dengan produktivitas sebesar 8,9 ton/ha. Produktivitas bawang merah terendah di ketiga lokasi penelitian dicapai pada musim hujan. Pada musim hujan, bawang merah banyak terkena penyakit yaitu layu daun dengan gejala daun bawang merah layu secara tiba-tiba setelah terkena air hujan. Menurut petani penyakit ini sangat sering menyerang ketika musim hujan dan belum ada alternatif cara mengatasinya. Hal ini yang menyebabkan produksi bawang merah pada musim penghujan menurun. Hasil panen bawang merah yang dihasilkan oleh petani sebagian besar dijual sebagai bawang merah konsumsi. Diantara hasil produksi tersebut, petani juga menyisihkan sebagian hasil panen untuk dijadikan benih pada musim tanam selanjutnya. Rata-rata petani di Kabupaten Cirebon menyisihkan 19 persen hasil panennya untuk disimpan menjadi benih, petani di Kabupaten Brebes menyisihkan 28 persen dan petani di Kabupaten Tegal menyisihkan 38 persen. Benih yang digunakan berupa umbi bawang merah yang sudah mengalami penyimpanan selama 2 bulan. Petani membutuhkan benih bawang merah rata-rata sebanyak 1,64 ton/ha. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes 2011, jumlah kebutuhan bawang merah per hektar mencapai 1,5 ton. Jumlah kebutuhan benih ini bervariasi tergantung dengan besar kecilnya umbi bawang merah yang digunakan untuk benih. Petani bawang merah di Kabupaten Brebes dan Tegal menggunakan benih seluruhnya dari varietas lokal. Petani di Kabupaten Brebes menggunakan benih lokal varietas Bima Brebes. Petani di Kabupaten Tegal menggunakan varietas Bima Brebes dan varietas Sumenep. Varietas Bima Brebes banyak digunakan petani bawang merah di dataran rendah, sedangkan varietas Sumenep banyak digunakan petani bawang merah di dataran tinggi. Petani di Kabupaten Cirebon menggunakan benih varietas lokal dan juga benih impor. Benih varietas lokal yang digunakan adalah varietas Bima Brebes dan verietas Timur. Varietas Bima Brebes relatif lebih banyak digunakan oleh petani dibandingkan varietas Timur. Sementara itu, benih impor yang digunakan petani adalah varietas Ilocost dan Super Philip. Penggunaan benih impor saat ini sudah sangat jarang dilakukan oleh petani di Kabupaten Cirebon yang menggunakan benih impor karena ketersediaan benih impor terbatas dan pemasarannya pun juga terbatas. Selain itu, petani juga lebih menyukai bawang merah lokal daripada impor karena bawang merah lokal lebih mudah dalam pemasarannya dan lebih disukai oleh masyrakat karena memiliki aroma dan rasa yang lebih baik daripada bawang merah impor. Hal tersebut senada dengan hasil penelitian Basuki 2009a yang menyebutkan bahwa dalam hal daya hasil, jumlah anakan, bentuk umbi, ukuran umbi, warna umbi, dan aroma varietas lokal Bima Brebes lebih disukai petani dibanding varietas impor. Selain itu, varietas lokal Bima Brebes lebih mudah dijual atau dipasarkan, dapat dibibitkan lagi, dan dapat ditanam pada musim kemarau maupun hujan. Sumber benih varietas lokal yang digunakan petani sebagian besar berasal dari benih yang dihasilkan petani sendiri dari penanaman sebelumnya. Ada pula beberapa petani yang membeli ke petani lain. Menurut Basuki 2010, Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 255 benih hasil produksi petani kualitasnya cukup baik yang tercermin dari daya tumbuh 99,1%, tingkat infeksi oleh penyakit tular benih 1,7%, dan persentase kemurnian varietas 99,3%. Banyaknya petani yang memproduksi sendiri benih bawang merah disebabkan oleh harga benih yang sangat mahal, pembuatan benih tidaklah sulit serta produksinya tidak berbeda jauh dari benih yang baru Darwis et al 2004. Petani menggunakan pupuk organik maupun kimia dalam budidaya bawang merah. Pupuk organik yang digunakan petani berasal dari pupuk organik pabrikan. Rata-rata penggunaan pupuk organik ini sebesar 1,3 ton/ha. Petani lebih banyak menggunakan pupuk organik pabrikan daripada pupuk kandang. Hal ini dikarenakan kemudahan dalam memperoleh pupuk organik tersebut. Pupuk organik sangat mudah diperoleh karena tersedia di kios-kios pupuk. Penggunaan pupuk kimia pada budidaya bawang merah di tiga lokasi penelitian juga cukup beragam. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes 2011 dalam budidaya bawang merah diperlukan pupuk diantaranya SP36/TSP sebanyak 300 kg/ha, KCl sebanyak 120 kg/ha, Urea sebanyak 120 kg/ha, ZA sebanyak 220 kg/ha, Kamas sebanyak 120 kg/ha, dan NPK DAP sebanyak 200 kg/ha. Hasil penelitian Tabel 4 menunjukkan petani menggunakan pupuk urea, KCl dan NPK DAP lebih dari anjuran yang disarankan. Sementara itu, petani menggunakan pupuk SP36/TSP, ZA dan Kamas masih dibawah dosis anjuran menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes 2011. Pemupukan sebagian besar dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada 10, 20, dan 30 hari setelah tanam. Obat-obatan atau pestisida yang digunakan oleh petani terdiri dari insektisida, fungisida, dan herbisida. Insektisida banyak digunakan pada musim kemarau karena pada musim ini serangan hama seperti ulat relatif lebih banyak. Penggunaan insektisida pada usahatani bawang merah masih dilakukan secara intensif di ketiga lokasi penelitian. Penyemprotan insektisida mulai dilakukan pada 10 hari setelah tanam dengan frekuensi penyemprotan dua atau tiga hari sekali. Penyemprotan akan terus dilakukan sampai bawang merah menjelang panen. Hal ini dilakukan petani untuk mencegah serangan ulat daun yang banyak menyerang tanaman bawang merah. Penggunaan insektisida yang intensif ini dipicu karena adanya resistensi pada hama ulat yang menyerang bawang merah sehingga penggunaan insektisida dilakukan secara berlebihan Moekasan dan Basuki 2007. Selain itu menurut Basuki 2009b, petani bawang merah juga memiliki keterbatasan pengetahuan dalam mengenali pestisida yang sesuai untuk pengendalian hama ulat sehingga penggunaan pestisida sangat beragam. Budidaya bawang merah masih sangat membutuhkan banyak tenaga kerja manusia dari proses pengolahan lahan sampai pemanenan. Kebutuhan tenaga kerja ini diperoleh dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga digunakan pada kegiatan pemeliharaan seperti penyemprotan, penyiangan, penyiraman, dan pemupukan. Sementara itu tenaga kerja untuk kegiatan pengolahan lahan, penanaman, dan pemanenan lebih banyak menggunakan tenaga kerja dari luar. Kegiatan pengolahan lahan sampai siap tanam dikerjakan dengan dengan menggunakan sistem upah harian atau sistem borongan. Rata-rata kebutuhan tenaga kerja usahatani bawang merah di Brebes 390 HOK, di Cirebon 246 HOK, dan di Tegal 234 HOK. Tabel 4. Jumlah Penggunan Pupuk pada Budidaya Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal Musim Tanam Tahun 2013-2014 Sumber PKHT, 2014 Diolah Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 256 Jam kerja untuk buruh tani baik pria maupun wanita di ketiga lokasi penelitian adalah 5 jam per hari dimulai dari jam 7 pagi sampai jam 12 siang. Upah tenaga kerja di Kabupaten Cirebon dan Brebes relatif sama. Upah tenaga kerja pria rata-rata Rp sedangkan untuk tenaga kerja wanita Rp Petani biasanya juga mengeluarkan biaya konsumsi untuk tenaga kerja sebesar Rp per hari. Di Kabupaten Tegal, upah tenaga kerja untuk buruh tani daerah dataran rendah berbeda dengan upah buruh tani di dataran tinggi. Upah buruh tani daerah dtaran tinggi relatif lebih murah. Upah tenaga kerja buruh tani untuk daerah dataran rendah rata-rata Rp - untuk pria dan Rp - untuk wanita. Sementara itu, upah tenaga kerja buruh tani untuk daerah dataran tinggi rata-rata Rp - untuk pria dan Rp - untuk wanita. Profitabilitas Usahatani Bawang Merah Dua komponen penting dalam menghitung profitabilitas usahatani bawang merah adalah penerimaan dan biaya usahatani bawang merah. Dalam penelitian ini, komponen biaya yang dihitung merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani biaya tunai. Biaya usahatani tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu a biaya sarana produksi, b biaya tenaga kerja dan c biaya lainnya. Biaya sarana produksi terdiri dari biaya untuk pembelian benih, pupuk, dan obat-obatan. Biaya tenaga kerja merupakan jumlah upah yang dibayarkan terhadap penggunaan tenaga kerja di luar keluarga baik berupa uang tunai maupun natura. Biaya lain-lain mencakup biaya iuran irigasi, biaya bahan bakar mesin pompa, biaya sewa lahan, pajak tanah dan biaya lain yang terkait. Komponen biaya dalam usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal dapat dilihat pada Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pengeluaran biaya usahatani bawang merah di ketiga lokasi bervariasi. Pengeluaran usahatani di Kabupaten Cirebon relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kabupaten Brebes maupun Tegal. Rata-rata biaya usahatani yang dikeluarkan sebesar Rp Sementara itu, rata-rata biaya usahatani yang dikeluarkan di Kabupaten Brebes sebesar Rp dan di Kabupaten Tegal sebesar Rp Tingginya biaya usahatani di Kabupaten Cirebon salah satunya dipengaruhi oleh tingginya harga benih bawang merah. Harga benih bawang merah di Kabupaten Cirebon relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan Kabupaten Brebes atau Tegal. Rata-rata harga benih bawang merah di Kabupaten Cirebon Rp di Kabupaten Brebes Rp dan di Kabupaten Tegal Rp Pengeluaran terbesar usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon terjadi pada musim kemarau II. Hal ini dikarenakan pengeluaran untuk tenaga kerja di luar keluarga dan biaya bahan bakar untuk pengairan pompa lebih tinggi dibandingkan musim lainnya. Sementara itu, di Kabupaten Brebes dan Tegal, pengeluaran usahatani terbesar terjadi pada musim hujan. Hal ini bisa terjadi karena di kedua lokasi tersebut pengeluaran untuk benih pada musim hujan cenderung lebih besar dibandingkan musim lainnya. Harga benih pada musim kemarau cenderung lebih mahal jika dibandingkan dengan musim lainnya. Selain itu, kebutuhan tenaga kerja luar keluarga juga meningkat terutama untuk kegiatan perawatan sehingga pengeluaran untuk tenaga kerja relatif besar. Komponen pengeluaran terbesar dalam usahatani bawang merah adalah untuk sarana produksi berkisar antara 51,19-63,80 persen. Dari komponen biaya sarana produksi ini, pembelian benih merupakan komponen pengeluaran yang paling besar. Dilihat berdasarkan pengeluaran total maka pengeluaran untuk benih berkisar antara 27,46-44,36 persen dengan rata-rata sebesar 37,80 persen. Selain biaya pembelian benih, upah tenaga kerja juga menjadi komponen pengeluaran terbesar dalam usahatani bawang merah. Pengeluaran untuk upah tenaga kerja berkisar antara 31,75-41,91 persen dengan rata-rata sebesar 35,55 persen. Hasil penelitian ini menunjukkan pola yang sama dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pengeluaran terbesar pada usahatani bawang merah digunakan untuk benih dan tenaga kerja Nurasa dan Darwis 2007; Asih 2009; Mayowani dan Darwis 2010; Purmiyati 2002. Perbedaan pada struktur biaya menunjukkan adanya perbedaan dalam penggunaan sarana produksi pertanian, perbedaan harga input dan perbedaan tingkat upah antar lokasi. Faktor kondisi alam seperti intensitas serangan hama dan penyakit atau kekeringan juga berpengaruh terhadap pengeluaran usahatani. Akan tetapi pola proporsi pengeluaran pada ketiga lokasi tersebut relatif sama yaitu proporsi terbesar untuk sarana produksi, kedua untuk tenaga kerja dan ketiga biaya lainnya. Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 257 Tabel 5. Struktur Biaya Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal Musim Tanam Tahun 2013-2014 Sumber PKHT, 2014 Diolah Tabel 6. Profitabilitas Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal Musim Tanam Tahun 2013-2014 Sumber PKHT, 2014 Diolah Penerimaan usahatani bawang merah pada penelitian ini merupakan hasil kali dari jumlah bawang merah yang dijual petani dengan harga yang berlaku yang diterima petani. Bawang merah yang dihasilkan oleh petani ada beberapa yang disisihkan untuk benih. Oleh karena itu dalam penghitungan penerimaan, output bawang merah merupakan jumlah bawang merah yang dijual oleh petani. Penerimaan usahatani bawang merah terbesar ada di Kabupaten Cirebon dengan rata-rata penerimaan Rp Penerimaan usahatani tertinggi dicapai pada musim kemarau II dimana pada musim ini produksi yang dijual relatif lebih banyak dan harga jualnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan musim lainnya. Penerimaan usahatani di Kabupaten Tegal merupakan terbesar kedua dengan rata-rata penerimaan sebesar Rp Penerimaan usahatani tertinggi dicapai pada musim hujan dimana pada musim ini produksi yang dijual relatif lebih sedikit dibandingkan dengan musim lainnya namun dengan harga jual yang jauh lebih besar. Kabupaten Brebes memiliki rata-rata penerimaan yang lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Cirebon dan Tegal. Rata-rata penerimaan usahatani di Brebes sebesar Rp Rendahnya penerimaan yang diperoleh petani di Kabupaten Brebes ini dikarenakan produksi yang dijual relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan Kabupaten Cirebon maupun Tegal. Penerimaan usahatani Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 258 tertinggi dicapai pada musim kemarau I dimana pada musim ini produksi yang dijual relatif lebih banyak dibandingkan dengan musim lainnya dan harga jual juga cukup tinggi. Rata-rata keuntungan usahatani yang diperoleh petani di Kabupaten Cirebon lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten Brebes dan Tegal. Rata-rata keuntungan usahatani di Kabupaten Cirebon sebesar Rp di Kabupaten Tegal Rp dan di Kabupaten Brebes Rp Perbedaan keuntungan di setiap daerah ini dikarenakan adanya variasi tingkat produktivitas, harga produk, dan biaya usahatani di masing-masing daerah. Usahatani bawang merah pada musim hujan, musim kemarau I dan musim kemarau II secara umum semuanya menguntungkan. Ketiga lokasi memiliki pola yang berbeda. Keuntungan usahatani terbesar dicapai pada musim kemarau II untuk Kabupaten Cirebon, musim kemarau I untuk Kabupaten Brebes, dan musim hujan untuk Kabupaten Tegal. Kecenderungan di beberapa daerah lainnya menunjukkan bahwa keuntungan usahatani bawang merah terbesar dicapai pada musim kemarau. Hasil penelitian Widyantara dan Yasa 2013 menunjukkan bahwa pendapatan bersih petani bawang merah di Kintamani, Bali, pada musim hujan Rp lebih kecil daripada musim kemarau Rp Akan tetapi tingkat risiko yang dihadapi petani pada musim kemarau lebih besar daripada musim hujan. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Rachman et al 2004 yaitu keuntungan usahatani bawang merah di Indramayu dan Majalengka tertinggi dicapai pada musim kemarau II karenakan rata-rata produksi dan harga bawang merah pada musim kemarau II lebih tinggi dibanding musim lainnya. Usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal secara finansial layak dan menguntungkan untuk diusahakan pada setiap musim. Nilai R/C yang diperoleh pada setiap musim menunjukkan lebih dari satu yang berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Akan tetapi nilai R/C yang diperoleh di ketiga lokasi penelitian tersebut masih mendekati satu. Hal ini mengindikasikan bahwa gejolak perubahan harga baik harga output maupun harga input akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan usahatani petani bawang merah. Petani rentan mengalami kerugian apabila terjadi lonjakan harga input atau penurunan harga output. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Petani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Brebes dan Tegal masih didominasi pada retang usia produktif yaitu usia 40-59 tahun. Sebagian besar pendidikan petani adalah sekolah dasar. Pengalaman bertani bawang merah petani di Kabupaten Brebes cukup lama yaitu 11-30 tahun sedangkan petani di Kabupaten Cirebon dan Tegal berkisar antara 1-10 tahun. Penguasaan lahan untuk usahatani bawang merah masih dibawah 0,5 hektar yang terdiri dari lahan milik sendiri maupun lahan sewa. Pengeluaran usahatani di Kabupaten Cirebon relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kabupaten Brebes maupun Tegal. Rata-rata biaya usahatani yang dikeluarkan sebesar Rp Sementara itu, rata-rata biaya usahatani yang dikeluarkan di Kabupaten Brebes sebesar Rp dan di Kabupaten Tegal sebesar Rp Komponen pengeluaran terbesar dalam usahatani bawang merah adalah untuk pembelian benih dan upah tenaga kerja. Pengeluaran untuk benih berkisar antara 27,46-44,36 persen dengan rata-rata sebesar 37,80 persen. Pengeluaran untuk upah tenaga kerja berkisar antara 31,75-41,91 persen dengan rata-rata sebesar 35,55 persen. Rata-rata keuntungan usahatani di Kabupaten Cirebon sebesar Rp di Kabupaten Tegal Rp dan di Kabupaten Brebes Rp Usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal secara finansial layak dan menguntungkan untuk diusahakan pada setiap musim karena nilai R/C yang diperoleh pada setiap musim menunjukkan lebih dari satu. Saran 1. Dalam rangka peningkatan produksi maka pengembangan bawang merah diarahkan pada produksi di luar musim off season dengan cara perakitan varietas tahan musim hujan dan diseminasi varietas tahan musim hujan yang sudah ada. 2. Supaya pasokan bawang merah dalam negeri stabil maka perlu dibuat kalender tanam pada setiap daerah sentra dengan menyesuaikan agroekosistem dan musim serta saling terkoordiasi antara satu daerah dengan daerah yang lain. 3. Penting untuk dilakukan pembinaan dan pembentukan penangkar benih bersertifikat Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 259 yang lebih banyak untuk menghasilkan pasokan benih yang lebih banyak, kontinu, dan berkualitas untuk mengatasi kelangkaan ketersediaan benih dan mengatasi lonjakan harga benih pada musim-musim di luar tanam. DAFTAR PUSTAKA Asih DN. 2009. Analisis karakteristik dan tingkat pendapatan usahatani bawang merah di Sulawesi Tengah. J. Agroland 161 53-59. Asmara R dan Ardhiani R. 2010. Integrasi pasar dalam sistem pemasaran bawang merah. AGRISE 103 164-176 Basuki RS. 2009a. Analisis tingkat preferensi petani terhadap karakterisitik hasil dan kualitas bawang merah varietas lokal dan impor. J. Hort. 192237-248. _________. 2009b. Pengetahuan petani dan keefektifan penggunaan insektisida oleh petani dalam pengendalian ulat Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah di Brebes dan Cirebon. J. Hort. 194459-474. _________. 2010. Sistem pengadaan dan distribusi benih bawang merah pada tingkat petani di Kabupaten Brebes. J. Hort. 202186-195. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan indeks harga konsumen/inflasi. Berita Resmi Statistik No 48/08/Th. XVI, 1 Agustus 2013. Jakarta ID Badan Pusat Statistik. Darwis V, Irawan B, Muslim C. 2004. Keragaan Benih Hortikultura di Tingkat Produsen dan Konsumen Studi Kasus Bawang Merah, Cabai Merah, Kubis, dan Kentang. SOCA 42 1-18 [Deptan] Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah. Jakarta ID Departemen Pertanian. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes. 2011. Standar Operasional Prosedur Budidaya Bawang Merah Allium ascalonicum L. Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Brebes ID Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes. [Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2015. Tabel Harga Pokok Kebutuhan Nasional. Diakses di pada hari Selasa, Tanggal 20 Januari 2015 Pukul WIB Nurasa T dan Darwis V. 2007. Analisis usahatani dan keragaan marjin pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Jurnal Akta Agrosia 101 40-48. Mayrowani H dan Darwis V. 2010. Perspektif pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Di dalam Suradisastra K, Simatupang P, Hutabarat B, editor. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani; 2009 Okt 14; Bogor, Indonesia. Bogor ID PSEKP. hlm 169-186. Moekasan TK, Basuki RS. 2007. Status resistensi Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal terhadap insektisida yang umum digunakan petani di daerah tersebut. J. Hort. 174343-354 Natawidjaja 2007. Pengembangan komoditas bernilai tinggi high value commodity untuk meningkatkan pendapatan petani. Di dalam Suradisastra K, Yusdja Y, Hutabarat B, editor. Prosiding Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Mencari Alternatif Arah pengembangan Ekonomi Rakyat. 2007 Desember 04; Bogor, Indonesia. Bogor ID PSEKP. hlm 17-29. Putrasamedja S. 2010. Pengujian beberapa klon bawang merah dataran tinggi. Jurnal Pembangunan Pedesaan 102 86-92. Purba R, Astuti Y. 2013. Paket teknologi bawang merah di luar musim tanam di Pandeglang Banten. AGRITECH 152 105-113. Purba R. 2014. Produksi dan keuntungan usahatani empat varietas bawang merah di luar musim off –season di Kabupaten Serang, Banten. Agriekonomika 31 55-64 Haris F. A., Anna F., dan Netti T. Analisis profitabilitas usahatani … 260 Purmiyati S. 2002. Analisis produksi dan daya saing bawang merah di Kabupaten Brebes Jawa Tengah [tesis]. Bogor ID Institut Pertanian Bogor. [Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2013. Outlook Bawang Merah. Jakarta ID Departemen Pertanian. Rachman HPS, Supriyati, Saptana, Rachman B. 2004. Efisiensi dan daya saing usahatani hortikultura. Di dalam Saliem HP, Basuno E, Sayaka B, Sejati WK, editor. Efisiensi dan Daya Saing Sistem Usahatani Beberapa Komoditas Pertanian di Lahan Sawah. Bogor, Indonesia. Bogor ID PSEKP. hlm 50-82. Sayaka B, Supriatna Y. 2010. Kemitraan pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah kasus PT Indofood Sukses Makmur. Di dalam Suradisastra K, Simatupang P, Hutabarat B, editor. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani; 2009 Okt 14; Bogor, Indonesia. Bogor ID PSEKP. hlm 187-201. Widyantara W, Yasa NS. 2013. Iklim sangat berpengaruh terhadap risiko produksi usahatani bawang merah Allium ascalonicum L. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata 21 32-37. Winarso B. 2003. Dinamika perkembangan harga hubungannya dengan tingkat keterpaduan antarpasar dalam menciptakan efisiensi pemasaran komoditas bawang merah. Jurnal Ilmiah Kesatuan 41 7-16. ... MIR or contribution margin ratio can be obtained from profit sharing contribution with sales revenue above variable costs Endriansyah et al., 2018. The higher the MIR value, the better the company's condition because the company's ability to cover fixed costs and earn profits will be greater Fuad et al., 2006 and Aldila et al., 2017. According to Mulyadi 1999, if the Margin of Safety MOS is linked to the Margin Income Ratio MIR, this Margin of Safety figure will be directly related to profit, so that the greater the MOS and MIR value of a business, the greater the ability to attempts to make a profit, and vice versa. ...... Based on Table 5 above, it can be explained that the margin income ratio for vanname shrimp cultivation in the Wahana Biru business group is while the average margin income ratio for group members is The higher the value of the Margin Income Ratio MIR, the better the condition of the company because the company's ability to cover fixed costs and earn profits will be greater Fuad et al., 2006 and Aldila et al., 2017. ...Adhiana AdhianaRita ArianiNovi KurniaThe fisheries sector is a sector that plays a very important role in the economy of the community in Bireuen District, Aceh Province because it has great potential for the development of fishery areas. One of the businesses that is developing in the fisheries sector is the pond business, and Bireuen Regency is one of the regions that has consistently developed pond cultivation businesses, especially vannamei shrimp. However, there is a problem in developing vanamei shrimp, namely the price of feed is relatively high compared to the selling price, therefore it is necessary to analyze the profitability of the vanamei shrimp farming business. This study aims to determine the level of profitability obtained by vannamei shrimp farming in tarpaulin ponds in Jangka District, Bireuen Regency. Test result the profitability of the vannamei shrimp business in the Term District of Bireuen Regency to farmers who use tarpaulin ponds who are members of the Wahana Biru business group is that the percentagethe profits obtained by farmers are very profitable with a profitability percentage of following the reference bank interest rate of 12%.... This improvement in living standards can be achieved by increasing farm productivity. To be able to manage their farming efficiently, it is necessary to change the behavior of farmers to be able to farm well and make farming more profitable [13]. In order to improve the standard of living and welfare of the farming community [14], creativity and changes in farmer behavior in farming management are needed to increase productivity and, in the end, will also affect the level of income. ...MarianiAgriculture is one of top best-selling non-oil-and-gas products. However, environmental-related purposes for production, based on the Regulation of Forestry Ministry of Republic of Indonesia No P50/Menhut-II/2010 for the Right to Exploit, not meet the Ecosystem Reforestation Rights. Land degradation means loss of the productive capacity of the soils that has huge risk to food insecurity, loss of ecosystem biodiversity and climate change. In Tapin, one of the most productive agriculture in South Kalimantan Province, dramatic decline in the productivity of croplands can be one of the most important contributors of climate change. The action of Land Degradation Neutrality LDN by adapting innovation has been a solution of reducing vulnerability and increase climate change resilience to combat rising demands for agriculture product and the agricultural production system. Smallholder farmers and rural community need to intensify the production of food for sustainable agriculture and food security, as mentioned in Sustainable Develompent Goals SDGs Goals 15.... On average, farmers used 1,200 kg of seed bulbs. This amount was higher compare to Sumenep District 977 kg per hectare as reported by [24][25][26], but lower than in the Brebes, Tegal, and Cirebon Districts, which was an average of tons per hectare [27]. Several factors determined the differences, namely bulb size, planting methods, and varieties. ... Atman AtmanThe increasing rate of shallot production of Central Java Province for the last ten years was lower than the national rate, indicated the need for new technology development. The study aims to determine the economic feasibility of the newly seedling planting technique in three planting distances 10 x 10 cm, 10 x 15 cm, and 15 x 15 cm. In that case, farmers use seed bulbs. The research was carried out in Padang Village, Tanggungharjo Subdistrict, Grobogan Regency, from August to October 2018. Financial analysis, consisting of BCR, MBCR, break-even point of both production and price, and competitive advantage of the techniques were analyzed. The results showed that the newly seedling technologies and planting distance were able to increase the productivity of shallots ranging from 12,685 to 21,088 kg. At the price of shallot bulbs at IDR 10,000 per kg, 10x10 cm planting distance resulted in the highest profit IDR 180,790,100/ha. It was much higher compared to the farmers' technology IDR 9,299,000/ha. Based on break-even point analysis, seedling planting technology has a tolerance limit of production and prices decreasing between to compared to existing technology Seedling planting technology has a competitive advantage with a net profit ratio of to and a minimum selling price of IDR 3,239 to IDR 3,622 to obtain the same profit as existing technology. Thus, the technology of planting shallot seedlings at a spacing of 10 x 10 cm is recommended to increase the production and profits of shallot farming.... Selanjutnya penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui permasalahan agribisnis bawang merah antara lain Aldila et al. 2015 mengungkapkan budidaya bawang merah lebih produktif dibandingkan dengan budidaya padi. Namun, karena komoditas padi merupakan simbol ketahanan pangan dan kesejahteraan bagi sebagian petani di sentra produksi bawang merah maka petani tetap akan menanam padi saat musim hujan tiba. ...Domestic shallot production generally has met domestic needs. Agricultural development aims to increase the production and income of farmers, especially in Central Sulawesi. One of the mainstay commodities that are expected to increase farmers' income is the local Palu shallot commodity. The purpose of this research is mapping the current business model of UD. Hj. Mbok Sri, analyzing the internal and external conditions of the business and formulating a design for improving its business model. The methods that used in this research are the Business Model Canvas BMC, SWOT and Blue Ocean Strategy BOS. This research was conducted by mapping the latest business models based on the 9 elements that exist in BMC, then it will be followed by a SWOT analysis on each BMC element and determining the strategy to overcome the problems that was existing at UD. Hj. Mbok Sri. Then it will be combined for improving the new business model from UD. Hj. Mbok Sri by using Blue Ocean Strategy’s perspective. The results showed that the alternative strategies that could be pursued in the development of UD. Hj. Mbok Sri can be focussed on customer segments elements, value propositions, channels, customer relationships and key partnerships, namely by optimizing the use of social networks, adding new customer segments and increasing the value proposition. These will have effects on better established customer and partnership relationships. Key activities will run smoothly and the main resources will also be more adequate, so that the flow of income will increase and the cost structure can be managed properly.... Hal ini dikarenakan aktifitas investasi berkorelasi dan interdependensi dengan ekonomi dan kemakmuran masyarakat Yudiatmaja et al., 2020. Oleh karena itu, selain pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui sertifikasi Aldila et al., 2017,pemerintah dalam semua level, terlebih dalam era otonomi daerah, memiliki peranan penting dalam menggaet lebih banyak investor, terlebih investor luar negeri. ...Mariani Mariani Dhani AkbarAdam RohwiyantoSebagai bagian dari nilai langsung pembangunan berkelanjutan, kuantitas pertanian dibutuhkan dalam jumlah besar dengan kualitas dan kontinuitas yang seragam sustainability. Tujuan penelitian ini adalah melihat dan menelaah arah pengembangan wilayah di kabupaten ini nantinya akan menjadi cikal bakal penyusunan rencana aksi kabupaten/ kota di Kalsel untuk mendukung program pembangunan pertanian berbasis korporasi petani agar dapat berjalan efektif dan efisien, terkoordinasi antar provinsi kabupaten dan kota. serasi dalam ketergantungan dan saling mempengaruhi antar daerah di Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif berbentuk elaborasi dari observasi dan studi dokumentasi. Temuan penelitian ini adalah tidak terdapat kemampuan menampung areal jika disejajarkan pada situasi di mana masih terdapat disparitas. Disparitas ini perlu diminimalisir dalam strategi terarah pada pilihan lain dalam pengambilan keputusan pengembangan wilayah pertanian. Kesimpulannya, pemerintah perlu menghilangkan tumpang tindih yang tidak perlu dan perlu untuk menentukan arah pembangunan pertanian berdasar kepada organisasi kelembagaan petani... Research by [5] showed that the varieties of shallots of the hammer valley are feasible but risky. Meanwhile, the results of research conducted by [6] stated that onion farming in 3 planting seasons in three production center districts namely Cirebon, Brebes and Tegal was feasible. In the first harvest season in Trenggamus the farm was declared feasible [7]. ... Triyono Noto WiharjoHastuti SulistyaningsihShallot is a great prospect for farmers in Demak Regency. Shallot farmers in Demak Regency cultivated 2 different varieties which Bauji variety was claimed to be more profitable than the Bima variety. In addition it was known that there were differences in the treatment of the two varieties. The purpose of this study is to analyze feability and production risk of shallot farming. This research was conducted in Pasir Village and Kotakan Village, Demak Regency. Data collection was carried out by direct interview with 50 farmers by census and 50 farmer respondents randomly. To analyze, to use the formula of R / C, and coefficient of variation using the independent sample t-test method in the SPSS application. The results of the research showed that both farms were equally feasible to be cultivated, but the Bauji variety farming had a higher production risk than the bima Rosnaini DagaAbdul SamadPada penelitian ini, penulis melakukan penelitian yang bersifat kualitatif Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci Metode pengumpula data yang digunakan peneliti adalah wawancara, observasi, kepustakaan dan dokumentasi. Hasil penelitian adalah Jenis-jenis risiko yang dihadapi petani pengolah gulah aren di Desa Mengkawani, Kecamatan Maiwa, Kabupaten Langkat adalah risiko produksi, risiko pembiayaan/biaya, risiko harga/pemasaran dan risiko pendapatan, Risiko produksi dapat diatasi dengan membeli nira aren atau menyewa pohon aren, mengalihkan nira menjadi minuman beralkohol atau disebut dengan tuak yang masih dapat bernilai jual, sistem budidaya tanaman aren mulai diterapkan untuk meningkatkan produksi nira aren. Manajemen risiko pendapatan diatasi melalui manajemen risiko yang bersumber dari risiko produksi, pembiayaan/biaya dan risiko harga/pemasaran itu sendiri, dampak pertumbhan ekonomi dari produksi gula aren terhadap masyarakat desa mengkawani cukup baik dan mengurangi angka kemiskinan dan mengangkat kesjahtraan masyakat. Suswadi SuswadiA PrasetyoThe consumption of organic products has become a new trend that is more environmentally friendly, healthy, and at better prices advantageous for farmers. Furthermore, organic farming reduces the greenhouse effect and global warming by absorbing carbon into the soil. This study aimed to determine the income factors of organic shallot farming and the cultivation efficiency in Boyolali Regency using the descriptive method. A simple random sampling technique was used to obtain the sample, consisting of organic shallot farmers in Cepogo District, Boyolali Regency. The R/C Ratio measured the efficiency of Shallots farming, and multiple linear regression analysis was used to determine the factors that affect farmers’ income. The results showed that the efficiency of organic shallot farming was very good, as evidenced by the R/C ratio of 2,34. Farmers produce their farm inputs to reduce production costs. Factors that affect the income of organic shallot farming include land area, seeds, organic fertilizers, pesticides, and labor. Furthermore, they need improvements on the timeliness of application and how to apply a liquid organic fertilizer to create efficiency in cultivating Suminartika Yosini DelianaHepi HapsariSri FatimahThe low competitiveness of local shallots is caused by the high cost of production, especially for the cost of seeds and labour. The high cost of production causes local selling price is higher when compared to the price of imported shallots. Increasing the competitiveness of shallots need to be done so that the local shallot are competitive in the market. The strategy to increase competitiveness can be through increasing price efficiency allocative. Actually, the efficiency of shallot farming prices in several production centres has not been efficient. Price efficiency can be achieved by minimizing costs at a certain level of output. The purpose of this study was to analyse the factors that influence the production of shallots and the level of optimal use of inputs in shallot production. The research was carried out in Majalengka sub-district, Majalengka district, West Java in October 2021. The research method used is the survey method. The data used consists of primary data and secondary data. Primary data is obtained from sample farmers, farmer samples are taken at simple random sampling. Data analysis used The production function of Cobb Douglas to analyse the factors that affect the production of shallots and the MPV equal to MC equation to determine the optimal use of inputs. The results showed The factors that significantly affect the production of shallots are land and seeds. The use of land and seeds has not been efficient because the land cultivated is relatively narrow and the use of seeds is still below the recommended dose. The optimal use of shallot seeds is 1, kg/ha. The use of fertilizers ZA, urea and pesticides should be reduced because the increasing those input factors will reduce the shallot N ManoppoSudartiAugust PolakitanNorth Sulawesi has the potential for developing shallots, but the development has not been maximized. The study aims to analyze the internal and external factors in shallot farming and formulate the strategies that can be implemented in the development. The research was conducted in Tonsewer Village, West Tompaso, Minahasa, North Sulawesi, involving 35 farmers and analyzed using SWOT. The results showed that the internal strengths were good physical condition and quality of shallots, land area, use and availability of seeds, availability of organic fertilizers, farmer’s mastery of cultivation techniques and experience. Weaknesses were shallot production still low, lack of farmer capital, availability of inorganic fertilizers, lack of labor, and not appropriate input usage. Opportunities were shallot production, shallot demands, average input prices and availability of inputs, support from Farmers' Group Association and government, selling prices and market access. Threats were the inadequate infrastructure and supporting facilities, the big traders' bargaining position, and the lack of agricultural extension ability. The strategy used was SO strategy strengths and opportunities, which is to take advantage of Farmers' Group Association support so that farmers get quality seed assistance, take advantage of government support in channeling capital, take advantage of average input prices and availability of inputs, take advantage of market NurasaDan DeriPusat PenelitianBogorMarketing institute is one of the important factor in horticulture agribusiness and one of the including the pledge commodity of is orange. This article aim to wish to know earnings of farmer and margin marketing of orange in Sub-Province of Karo . Result of analysis of farming show the existence of advantage in this commodity conducting, this matter isn't it from ratio of R/C to 2, 97. Acquirement of marketing margin between institutes of marketing in concerned tend to vary and lame. Acquirement of the marketing margin at modern market, retailer, interisland merchant, and merchant of mains market each of Rp / kg, Rp 900 / kg, Rp 350 /kg, and Rp /kg. Whereas acquirement of marketing margin at merchant of compiler of and countryside of perkoper equal to Rp 150 / kg and of Rp 125 /kg. Mount share farmer of orange to institute of marketing of modern market, retailer, merchant of mains market and interisland merchant each of 10%, 17, 14%, 24,0%, and 28,57%. While to institute of marketing of merchant of compiler of and countryside of perkoper equal to 80% and 72,73%. Economical, orange still profit. This advantage still improved potential corrected the production system of so that the productivity of can be improved. To be expected by this production process can improve quality and amount especially higher level super ordinate again so that have opportunity to access to market the broaderness, especially export. ABSTRAK Kelembagaan pemasaran adalah salah satu factor penting dalam agribisnis hortikultura dan salah satu komoditi yang menjanjikan adalah jeruk. Penelitian ini bertujuan mengetahui penerimaan petani dan marjin pemasaran jeruk di Kabupaten Karo. Hasil analisis usahatani menunjukkan adanya keuntungan dalam pengusahaan komoditi jeruk, ini didasarkan atas R/C=2,97. Kisaran Acquirement marjin pemasaran antara lembaga-lembaga pemasaran cenderung bervariasi dan timpang. Besaranya marjin pemasaran pada pasar modern, pengecer, pedagang antar pulau, dan pedagang pasar utama masing-masing Rp Rp 900/kg, Rp 350/kg, dan Rp Sedangkan besarnya marjin pemasaran pada pedagang pengumpul dan pedagang desa masing-masing sebesar Rp 150/kg dan Rp 125 /kg. Besarnya bagian petani farmer share jeruk pada lembaga pemasaran modern, pengecer, pedagang pasar utama dan pedagang antar pulau masing-masing 10%, 17,14%, 24,0%, and 28,57%. Sedangkan pada lembaga pemasaran pedagang pengumpul dan pedagang desa masing-masing sebesar 80% dan 72,73%. Secara ekonomi, jeruk masih menguntungkan. Keuntungan ini masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki sistem produksi, sehingga produktivitas dapat ditingkatkan. Diperkirakan dengan proses produksi ini dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas, terutama pada tingkat lebih tinggi lagi, sehingga memiliki peluang mengakses pasar lebih luas, khususnya pasar luar negeri ekspor. Kata Kunci Usahatani, Marjin, Pemasaran, dan indeks harga konsumen/inflasi. Berita Resmi Statistik No 48/08/Th. XVI, 1 AgustusStatistik Badan PusatBadan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan indeks harga konsumen/inflasi. Berita Resmi Statistik No 48/08/Th. XVI, 1 Agustus 2013. Jakarta ID Badan Pusat DarwisB IrawanC MuslimDarwis V, Irawan B, Muslim C. 2004. Keragaan Benih Hortikultura di Tingkat Produsen dan Konsumen Studi Kasus Bawang Merah, Cabai Merah, Kubis, dan Kentang. SOCA 42 1-18Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang MerahDepartemen PertanianDepartemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah. Jakarta ID Departemen Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan PetaniV Mayrowani H Dan DarwisMayrowani H dan Darwis V. 2010. Perspektif pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Di dalam Suradisastra K, Simatupang P, Hutabarat B, editor. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani; 2009 Okt 14;Status resistensi Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal terhadap insektisida yang umum digunakan petani di daerah tersebutT K MoekasanR S BasukiMoekasan TK, Basuki RS. 2007. Status resistensi Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal terhadap insektisida yang umum digunakan petani di daerah tersebut. J. Hort. 174343-354Prosiding Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Mencari Alternatif Arah pengembangan Ekonomi RakyatR S NatawidjajaNatawidjaja 2007. dalam Suradisastra K, Yusdja Y, Hutabarat B, editor. Prosiding Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Mencari Alternatif Arah pengembangan Ekonomi Rakyat. 2007 Desember 04;Pengujian beberapa klon bawang merah dataran tinggiS PutrasamedjaPutrasamedja S. 2010. Pengujian beberapa klon bawang merah dataran tinggi. Jurnal Pembangunan Pedesaan 102 teknologi bawang merah di luar musim tanam di Pandeglang BantenR PurbaY AstutiPurba R, Astuti Y. 2013. Paket teknologi bawang merah di luar musim tanam di Pandeglang Banten. AGRITECH 152 dan keuntungan usahatani empat varietas bawang merah di luar musim off -season di Kabupaten SerangR PurbaPurba R. 2014. Produksi dan keuntungan usahatani empat varietas bawang merah di luar musim off -season di Kabupaten Serang, Banten. Agriekonomika 31 55-

analisa usaha bawang merah hidroponik